Hari itu ketika penat menjalar ke seluruh tubuh; gerah amat terasa karena terik matahari menyengat sepenuh hati..
Langkah kaki gontai menuju tempat pemberhentian bus..ya, bus untuk pulang..
Rindu mendesakku tuk segera bertemu ayah, ibu, dan saudara-saudaraku di rumah..
Sedikit rasa tak sabar membuat pening..
Bus berjalan tak sesuai harapan; sebentar berhenti menunggu penumpang yang dengan enggan 'nongol' satu per satu..
"Ayo dong pak sopir..panas ni..", batinku..
Lalu seorang bertato naik sambil menenteng gitarnya..lusuh dan kumal, dua kata itu langsung terbersit di otakku..
Bayanganku, pengamen itu hanya preman yang saat nyanyi nanti suaranya bakalan 'enggak' karuan..
Baris demi baris lirik lagu mulai terdengar melantun merdu dari bibir hitam yang mungkin jadi hitam karena isapan rokok tiap hari..
Aneh..aku menikmati tiap iramanya..
Enak sekali di telinga..
Sekaligus itu menghapus prasangka burukku pada si pengamen..
Terucap istighfar..di bibir dan hatiku..
Di akhir pertemuan kami, dia mengucapkan beberapa patah kata yang cukup menghentakku..
"Tak perlu menjadi sempurna untuk merasakan bahagia..karena kebahagiaan akan sempurna dengan sendirinya, bila kita mensyukuri apapun yang diberikan oleh Sang Pencipta..tanpa menutup diri dari segala mimpi dan asa.."
Subhanallah..
Kiranya Kau telah menunjukkan sekuntum mawar di jalanku pulang..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar